๐ชผ Hadits Tentang Maksiat Kepada Allah Dapat Menghalangi Ilmu
MaksiatMenghalangi Cahaya Ilmu. Penulis. Artikel Sofyan Chalid bin Idham Ruray - August 1, 2020. 0. 296. Share. Facebook. "Dan bertakwalah kepada Allah; dan Allah akan mengajarimu." [Al-Baqoroh: 282] ada yang dapat menjadi sebab yang menghalangi ilmu yang bermanfaat atau sebagiannya, bahkan dapat menjadi sebab terlupanya ilmu yang
Artinya "Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim, dan siapa yang menanamkan ilmu kepada yang tidak layak seperti yang meletakkan kalung permata, mutiara, dan emas di sekitar leher hewan." (HR Ibnu Majah). 7. ุงูุนูู
ูุจู ุงูููู ู ุงูุนู
ู. Artinya: "Berilmulah sebelum kamu berbicara, beramal, atau beraktivitas."
Maksiat Sebab Terhalangnya Ilmu. Ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada pelaku maksiat. Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi ilmu, mendorong pemeluknya untuk menuntut ilmu, mengamalkan ilmu, dan sangat menghormati para guru. ilmu pengetahuan adalah sesutau yang wajib dimiliki, karena tidak akan mungkin
LaranganBerbuat Maksiat. Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, yang artinya, "Rasulullah saw. bersabda, 'Tidaklah seorang pezina itu berzina sedang ia dalam keadaan Mukmin. Tidaklah seorang peminum khamr itu meminum khamr sedang ia dalam keadaan Mukmin. Tidaklah seorang pencuri itu mencuri sedang ia dalam keadaan Mukmin.
Sekitar73 hadits. Sesuatu yang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam berlindung darinya Kitab Doa. bersabda: "Memintalah kalian kepada Allah ilmu yang bermanfa'at, dan berlindunglah kalian kepada Allah dari ilmu yang tidak. Belajar bintang (ramal) Kitab Adab wasallam bersabda: "Barang siapa mengambil ilmu perbintangan, berarti ia telah mengambil satu cabang dari ilmu sihir, yang selalu
Segalapuji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya. Setiap hari tidak bosan-bosannya kita melakukan maksiat. Aurat terus diumbar, tanpa pernah sadar untuk mengenakan jilbab dan menutup aurat yang sempurna. Shalat 5 waktu yang sudah diketahui wajibnya seringkali ditinggalkan tanpa pernah ada rasa bersalah. Padahal meninggalkannya
Halitu karena Ilmu merupakan cahaya yang Allah Ta'ala tanamkan di dalam hati manusia, sedangkan dosa dan kemaksiatan itu akan memadamkan cahaya tersebut. Lihatlah betapa banyak ilmu-ilmu yang telah kita pelajari, namun kemudian lenyap begitu saja ke dalam lembah kegelapan karena disebabkan oleh perbuatan dosa dan maksiat yang kita lakukan.
Haditsini hendaknya kita renungkan baik-baik karena ini merupakan hadits yang penting dan agung. Dalam hadits ini terdapat motivasi untuk mempelajari ilmu agama dan penyebutan keutamaan bagi orang yang Allah beri taufik untuk menempuh jalan dalam rangka menuntut ilmu. Beberapa faidah penting dari hadits ini di antaranya : Daftar Isi sembunyikan.
Usia harta, kekuatan, kedudukan, ilmu, dan amal yang merupakan milik Anda sebenarnya adalah yang digunakan untuk ketaatan kepada Allah." Selanjutnya, Ibnu Qayim lebih lanjut menerangkan akibat-akibat dari berbuat maksiat ini secara terperinci. Ini rangkumannya: 1-Maksiat Menghalangi Ilmu Pengetahuan
kCrmc. Secara umum bisa dikatakan bahwa agama hanya terdiri dari dua hal; melakukan perintah dan menjauhi larangan. Yang pertama sering juga disebut sebagai perilaku taat pada Allah, sedangkan yang kedua bisa disebut sebagai menjauhi maksiat pada Allah. Jika direnungkan, alat yang dilakukan oleh seorang manusia untuk melakukan dua hal tersebut adalah sama yaitu anggota tubuh. Semula Allah menciptakan tubuh manusia sebagai nikmat untuk mereka nikmati dan amanah untuk mereka jaga. Jika dihubungkan dengan firman Allah Adz-Dzaariyaat ayat 56, โDan Aku ciptakan jin dan manusia hanya untuk beribadah kepadaku", maka Allah ciptakan anggota tubuh untuk manusia sebagai alat mereka beribadah pada Allah. Jika manusia melakukan sebaliknya, tidak beribadah pada Allah atau malah bermaksiat menentang Allah, maka mereka bisa dikatakan tidak tahu diri, mengkhianati amanah Allah. Seorang ulama bahkan mengatakan bahwa itu adalah kekufuran terbesar terhadap nikmat ini, menarik ungkapan Imam Al Ghazali, โAl-muhajir man hajar al-suโ wal mujahid man jahad hawahโ yang bermakna seorang dikatakan melakukan hijrah ketika dia beranjak menjauh dari sebuah hal buruk, dan ia dikatakan sebagai seorang yang jihad ketika memerangi hawa nafsunya. Dengan kata lain, orang yang melakukan ketaatan pada Allah sudah layak disebut sebagai seorang yang jihad, dan orang yang menjauhi maksiat sesungguhnya telah berhijrah. Ungkapan beliau ini menjadi lebih penting jika didudukkan pada konteks sekarang ini ketika hijrah sudah diredefinisi oleh kalangan radikalis menjadi jihad fisik menuju penampilan, baik pakaian dan tubuh, ala Arab yang mereka pahami sebagai ala Islam. Masih berkaitan dengan tubuh, dijelaskan dalam kitab Bidayah al Hidayah bahwa tujuh anggota tubuh berikut adalah titik paling rawan untuk bergeser dari ketaatan menjadi kemaksiatan yaitu mata, telinga, lisan, perut, farji, tangan, dan kaki. Sebuah ungkapan teologis terkait ini pernah disampaikan, bahwa jahanam memiliki tujuh pintu, yang akan dimasuki oleh orang-orang yang bermaksiat dengan tujuh anggota tubuh membantu kita untuk melihat bahkan dalam gelap, memudahkan kita memenuhi kebutuhan, dan menyaksikan keajaiban-keajaiban alam yang menunjukkan kuasa Allah. Adalah sangat mungkin manusia diciptakan memiliki mata untuk setidaknya tujuan-tujuan tersebut. Namun banyak juga manusia yang melihat sesuatu yang membangkitkan syahwat mereka, yang kemudian membuat mereka lupa dan lalai beribadah pada Allah. Mereka juga seringkali melihat aib orang lain, bahkan memperlihatkannya pada publik. Ulama bahkan mencatat sebuah peringatan agar kita tidak melihat makhluk Allah, terutama manusia terlebih lagi sesama Muslim, dengan pandangan yang merendahkan. Jika kita melakukan yang demikian, kita sama saja sedang menaikkan diri kita, sehingga bisa memandang rendah pada yang lain sehingga kita telah termasuk golongan orang yang sombong. Padahal, sebagaimana yang sering dikatakan dalam diskusi tasawuf, yang berhak untuk sombong hanyalah Allah. Ini tentu berbeda dalam nilai dengan praktik-praktik keberagamaan yang berkembang akhir-akhir ini. Umat beragama bukan hanya merendahkan umat beragama lain, namun juga menyalahkan dan menzalimi mereka. Andai saja catatan peringatan ulama ini mereka dengar dan amalkan, mungkin kerusakan dan kekerasan yang tidak perlu itu tidak akan ada. Celakanya, mereka juga menamakan diri sebagai ulama. Jika seseorang bisa memilih, akal sehatnya akan menuntunnya memilih ulama yang menuntun pada kedamaian, bukannya kekerasan dan perilaku yang bisa kita gunakan untuk mendengarkan gunjingan, perkataan buruk, atau gosip-gosip yang berisi keburukan orang lain. Telinga juga bisa kita gunakan untuk mendengarkan kalam Allah, hadits nabi, hikmah dan kebijaksanaan hidup dari para wali, atau ilmu yang bermanfaat dari para ulama. Sebelum dijelaskan lebih jauh, penting kiranya untuk disoroti kriteria ilmu bermanfaat yang patut untuk didengarkan. Ilmu yang bermanfaat bisa dimaknai sebagai ilmu yang menambah kesadaran diri akan posisi dan status kita terhadap Allah, dan di waktu yang sama mengurangi ketergantungan kita pada dunia. Keputusan untuk memilih merugi dengan melakukan hal-hal buruk tadi, atau beruntung dengan melakukan hal-hal ibadah, ada di tangan manusia. Yang perlu digarisbawahi agar tidak disalahpahami adalah bahwa dalam terjadinya sebuah hal buruk, pergunjingan misalnya, sang penutur dan pendengar mendapatkan dosa yang sama. Ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi โInna al-mustamiโ syarik al-qaโil, wa huwa ahad al-mughtabaynโ, yang artinya si pendengar adalah partner bagi si penutur, jadi keduanya disebut sebagai pelaku sering disebut sebagai alat yang paling mudah menyebabkan tergelincirnya seseorang ke jurang neraka. Lisan yang sebenarnya diciptakan agar manusia bisa melantunkan kalam Allah, memperbanyak dzikir pada Allah, saling mengingatkan tentang kebaikan dengan siapapun, atau hanya sekedar mengungkapkan kebutuhan terkait kehidupan, sangat mungkin mengeluarkan satu kalimat yang nantinya menjadi tiket utama dijatuhkannya manusia ke neraka dalam lapisannya yang terbawah. Sebuah hadis menegaskan โInna al-rajul layatakallam bi al-kalima fa yahwi biha fi jahannam sabโin kharifโ yang artinya sungguh seseorang bisa mengatakan satu kalimat saja yang bisa menjadi sebab tergelincirnya ia ke neraka jahanam. Seorang sahabat pernah menyaksikan sahabat lain meninggal dalam sebuah peperangan, lalu berkata โia akan dirindukan oleh surgaโ. Mendengar ungkapan ini, Nabi kemudian memberikan respon โkalian hanya tidak tahu, selama hidup ia mengatakan sesuatu yang tidak berguna bagi dirinya, dan pelit, enggan memberikan sesuatu yang sebenarnya juga tidak akan membuatnya kayaโ.Sebegitu pentingnya lisan, ulama menjelaskan ada delapan hal yang bisa menjadikan lisan senjata yang membunuh manusia yaitu berbohong, bersumpah palsu, menggunjing, memojokkan dengan mencecar, menyucikan membanggakan diri, melaknat, berdoa buruk pada makhluk, dan bercanda. Kita seringkali berbohong baik ketika bercanda atau tidak. Ulama memberikan peringatan untuk tidak membiasakan berbohong walaupun ketika bercanda, karena itu akan merembet pada perkataan-perkataan di luar candaan. Ini tentu tidak baik, dan memiliki implikasi buruk yang besar. Dalam ilmu hadits, orang yang menggunakan kebohongan walaupun ketika bercanda, tidak layak diberi status tsiqah konsisten.Sumpah palsu bisa digolongkan sebagai salah satu tanda kemunafikan. Ini bisa dimaknai di luar makna leksikalnya sebagai sumpah yang tidak ditunaikan. Kita bisa memahaminya sebagai perbuatan yang tidak sesuai dengan ucapan. Jika harus memilih, bukankah lebih baik berperilaku taat tanpa berucap tentangnya, daripada berucap tanpa berbuat? Menggunjing perlu dimaknai dengan lebih hati-hati. Jika seseorang mengungkapkan sesuatu terkait orang lain, dan orang lain tersebut merasa tidak nyaman karenanya, maka itu termasuk menggunjing dan menzalimi. Bahkan jika sesuatu itu tidak sesuai dengan kenyataan, orang itu bukan lagi menggunjing, namun melakukan fitnah. Allah telah memberikan perumpamaan terhadap hal ini dengan salah satu perumpamaan yang paling buruk, yaitu memakan daging kawan sendiri. Dalam sebuah hadis juga dijelaskan siapapun yang berusaha menjaga agar aib saudaranya tidak terlihat oleh orang lain, Allah akan melakukan hal yang sama padanya. Jika ia melakukan sebaliknya, Allah akan membalas baik di dunia maupun di akhirat. Ulama telah memberikan narasi yang baik tentang ini. Jika kita mengetahui orang lain melakuan kesalahan, lalu kita berkata โSaya merasa tidak nyaman dengan itu, semoga Allah menjadikannya sadar,โ kita telah melakukan dua kekeliruan sekaligus; menggunjing dengan mengatakan hal buruk orang lain, dalam hal ini kesalahan, dan menyucikan diri dengan menganggap diri lebih baik karena tidak melakukan kesalahan tersebut. Dalam kasus ini, ulama telah memberikan wejangan agar melafalkan doa tersebut dalam hati sirri, karena jika memang kita bersimpati pada orang itu, kita tidak akan mengungkapkan keburukan orang itu pada orang lain. Seharusnya kita disibukkan dengan introspeksi diri. Jika kita melihat diri kita kemudian tidak menemukan aib baik yang terkait dengan agama ataupun dunia, maka kita sedang mengalami kebodohan yang paling merugikan. Muhammad Nur Hayid
๏ปฟMencari ilmu adalah kewajiban agama yang dibebankan kepada umat Islam sejak dari buaian hingga mau masuk liang lahat. Kewajiban tersebut harus dilakukan sendiri setiap orang yang sudah baligh tanpa kecuali, sedangkan bagi yang belum baligh, orang tua atau walinya yang harus bertanggung jawab. Mereka wajib mendidik sendiri atau dengan menyerahkan kepada guru untuk membantunya jika tidak mampu. Islam agama yang sangat sempurna dan hebat, setiap perbuatan harus berdasar ilmu jika ingin benar dan diterima Allah Swt. Jika semua umat Islam konsisten dan istiqomah menjalankan kewajiban mencari ilmu, kebodohan menjadi barang tabu tengah masyarakat. Betapa luasnya ilmu seseorang jika sejak kecil hingga mendekati ajal selalu belajar. Namun, apa yang terjadi saat ini sangat memperihatinkan, semangat belajar agama sangat rendah meski banyak tempat pengajian digratiskan. Mereka yang rajin belajarpun, kurang maksimal dalam penguasaan ilmu agamanya. Indikasinya, banyak muamalah yang dilakukan tanpa dasar ilmu agama, juga banyaknya kemaksiatan yang terjadi. Yang terjadi, ilmu agama hanya menghiasi rak-rak perpustakaan saja dan juga sulit diraih umat Islam, jadilah orang yang berilmu atau ulama itu langka. Agar kewajiban mencari ilmu ini maksimal, tidak terkesan asal belajar saja tanpa memperhatikan hasilnya, maka faktor ketakwaan harus diperhatikan. Allah Swt berfirman, ููุงุชูููููุง ุงูููููู ููููุนููููู
ูููู
ู ุงูููููู Dan bertakwalah kepada Allah; dan Allah akan mengajarimu. 282. ููุงุฃููููููุง ุงูููุฐูููู ุขู
ููููุง ุฅููู ุชูุชูููููุง ุงูููููู ููุฌูุนููู ููููู
ู ููุฑูููุงููุง ูููููููููุฑู ุนูููููู
ู ุณููููุฆูุงุชูููู
ู ููููุบูููุฑู ููููู
ู ููุงูููููู ุฐูู ุงููููุถููู ุงููุนูุธููู
ู Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan,menghapuskan kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. QS. Al-Anfal 29. Al Furqon adalah kemampuan atau ilmu untuk membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Ilmu adalah cahaya yang akan menerangi pemiliknya dalam menjalani kehidupan. Cahaya tersebut tidak mungkin Allah Swt berikan kepada mereka yang berani melanggar perintah-Nya atau bermaksiat. Dengan demikian, aktifitas belajar ilmu agama akan maksimal jika menjaga dirinya dari segala sesuatu yang berakibat dosa. Hanya orang minim dosa atau bertakwa yang layak Allah Swt beri ilmu bermanfaat. Faktor penghalang ilmu berupa kemaksiatan ini sangat diperhatikan para salafus salih atau ulama salih terdahulu. Banyak kisah yang menjadi buktinya. Perjalanan Imam Syafiโi ra dalam mencari ilmu bisa menjadi pelajaran jika ingin mendapat ilmu yang bermanfaat. Beliau berkisah bahwa; ุดูููููุช ุฅููู ูููููุนู ุณููุกู ุญูููุธูู ููุฃูุฑูุดูุฏูููู ุฅููู ุชูุฑููู ุงููู
ูุนูุงุตูู ููุฃูุฎูุจูุฑูููู ุจูุฃูููู ุงููุนูููู
ู ูููุฑู ูููููุฑู ุงูููููู ููุง ููููุฏูู ููุนูุงุตูู Aku pernah mengadukan kepada guruku,Wakiโ tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau menunjukiku untuk meninggalkan maksiat. Beliau memberitahukanke padaku bahwa ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah mungkin diberikan pada ahli maksiat. Iโanatuth Tholibin, 2/190. Padahal kecerdasan dan daya hafal beliau sangat luar bisa. Beliau harus menutup kedua telinganya ketika pergi ke masjid dari rumahnya, karena hampir semua yang beliau dengar terekam dengan baik dalam hafalannya. Diriwayatkan dari Imam Asy Syafiโi ra, beliau berkata, Aku telah menghafalkan Al Qurโan ketika berumur 7 tahun. Aku pun telah menghafal kitab Al Muwathoโ ketika berumur 10 tahun. Ketika berusia 15 tahun, aku pun sudah berfatwa.โ Thorh At Tatsrib, 1/95-96. Orang dengan kecerdasan dan daya hafal istimewa diatas rata-rata saja sangat terganggu dengan sedikit kemaksian yang menimpanya, lalu bagaimana dengan zaman sekarang? Zaman penuh kemaksiatan, tentu lebih berat lagi jika ingin mendapatkan ilmu. Tak heran jika Imam Malik ra pernah menasihati Iman Syafiโi sebagai usaha ingin menjaganya. Ketika Imam Malik ra melihat kecerdasan ada pada diri Imam Syafiโi muda yang luar biasa, maka beliau menasihatinya ุฅููููู ุฃูุฑูู ุงูููููู ููุฏู ุฃูููููู ุนูููู ููููุจููู ูููุฑูุงุ ููููุง ุชูุทูููุฆููู ุจูุธูููู
ูุฉู ุงููู
ูุนูุตูููุฉู Sesungguhnya aku melihat tanda Allah taโala telah menganugerahkan cahaya ilmu di hatimu, maka janganlah engkau padamkan cahaya tersebut dengan kegelapan maksiat. Al-Jawaabul Kaafi, hal. 52. Ilmu adalah cahaya, sedangkan kemaksiatan adalah kegelapan. Cahaya dan kegelapan tidak mungkin bisa bersatu dalam satu waktu dan tempat, salah satu pasti akan mengalahkan lainnya. Jika cahaya lebih kuat,maka teranglah tempat itu, namun jika kegelapan lebih kuat, maka cahaya otomatis akan meredup bahkan hilang sama sekali. Persis seperti yang Ibnul Qoyyim ra katakan ููุฅูููู ุงููุนูููู
ู ูููุฑู ููููุฐููููู ุงูููููู ููู ุงููููููุจูุ ููุงููู
ูุนูุตูููุฉู ุชูุทูููุฆู ุฐููููู ุงูููููุฑู. Sesungguhnya ilmu itu adalah cahaya yang Allah curahkan di hati seorang hamba, dan maksiat mematikan cahaya tersebut. Al Jawaabul Kaafi, hal. 52. Kemaksiatan atau dosa bisa menghalangi ilmu masuk dalam kalbu sesuai dengan kadarnya, semakin besar dosa yang dilakukan semakin banyak pula ilmu agama yang tergerus karenanya. Aneka kemaksiatan juga menentukan jenis ilmu yang bisa dihilangkan. Ibnu Taimiyah ra berkata dalam Majmu' Al-Fatawa, 14/160 bahwa; ู
ู ุงูุฐููุจ ู
ุง ูููู ุณุจุจุง ูุฎูุงุก ุงูุนูู
ุงููุงูุน ุฃู ุจุนุถู ุจู ูููู ุณุจุจุง ููุณูุงู ู
ุง ุนููู
Diantara dosa-dosa, ada yang dapat menjadi sebab yang menghalangi ilmu yang bermanfaat atau sebagiannya, bahkan dapat menjadi sebab terlupanya ilmu yang sudah diketahui. Proses atau urutan kemaksiatan bisa menutup dan menghilangkan ilmu adalah hati menjadi gelap karenanya. Setiap perbuatan maksiat akan menutup hatinya, jika terus berlangsung bisa sampai pada matinya hati. Allah Swt berfirman tentang perbuatan maksiat. ูููููุง ุจููู ุฑูุงูู ุนูููู ูููููุจูููู
ู ู
ูุง ููุงูููุง ููููุณูุจูููู Sekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka. QS. Al Muthoffifin 14. Hasan Al Bashri ra berkata, Yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah dosa di atas tumpukan dosa sehingga bisa membuat hati itu gelap dan lama kelamaan pun mati. Tafsir Al Qurโan Al Azhim, Ibnu Katsir, 14/ 268. Dipertegas lagi oleh Ibnul Qayyim ra dalam kitab Ad Daaโ wad Dawaaโ,107 bahwa; Jika hati sudah semakin gelap, maka amat sulit untuk mengenal petunjuk kebenaran. Ilmu yang menjadi petunjuk akan sulit menembus hati yang gelap atau mati. Padahal ilmu sangat dibutuhkan orang beriman dalam menjalani hidupnya. Karena setiap kali bertambah ilmu seseorang maka bertambah pula kemampuannya mengenal dan membedakan antara kebenaran dan kebatilan. Inilah makna Al Furqaan,yakni pemahaman yang Allah Swt bukakan untuk orang yang bertakwa, karena takwa adalah sebab kuatnya pemahaman, dan kekuatan yang dengannya akan menghasilkan tambahan ilmu. Semoga kita sanggup menjauhi kemaksiatan secara maksimal, sehingga ilmu kita kian hari kian bertambah dan bermanfaat serta barokah. Amin []
Ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada pelaku maksiat. Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi ilmu, mendorong pemeluknya untuk menuntut ilmu, mengamalkan ilmu, dan sangat menghormati para guru. ilmu pengetahuan adalah sesutau yang wajib dimiliki, karena tidak akan mungkin seseorang mampu melakukan ibadah yang merupakan tujuan diciptakannya manusia oleh Allah Taโala, tanpa didasari ilmu. Minimal, ilmu pengetahuan yang akan memberikan kemampuan kepada dirinya, untuk berusaha agar ibadah yang dilakukan tetap berada dalam aturan-aturan yang telah ditentukan. Dalam agama, ilmu pengetahuan, adalah kunci menuju keselamatan dan kebahagiaan akhirat selama-lamanya. Ilmu Adalah Cahaya Ilmu adalah cahaya yang dimasukkan oleh Allah Taโala ke dalam hati seorang hamba, sedangkan maksiat akan mematikan cahaya tersebut. Ketika Imam Asy-Syaiii duduk berguru di hadapan Imam Malik dengan โmembacakanโ kitab kepadanya maka, Imam Malik terkagum oleh kecepatan hafalannya, kecerdasannya yang sangat cemerlang, dan pemahamannya yang sempurna. Beliau kemudian berkata kepadanya, โSungguh aku melihat bahwa Allah Taโala telah memberikan cahaya kepadamu, maka jangan padamkan cahaya itu dengan gelapnya kemaksiatan.โ Baca juga Buah Dosa Dikeesokan Hari Sudah tidak asing lagi ditelingga kita perkataan Imam Syafiโi yang berbunyi, โAku pernah mengadukan kepada Wakiโ tentang jeleknya hafalanku. Lalu beliau menunjukiku untuk meninggalkan maksiat. Beliau memberitahukan padaku bahwa ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidaklah mungkin diberikan pada ahli maksiat.โ Iโanatuth Tholibin, 2 190 Saudaraku, hafalan Imam Syafiโi sungguh amat luar biasa. Diumur 7 tahun sudah hafal Al-Quran dan diumur 10 tahun sudah hafal kitab Al-Muwathoโ karangan Imam Malik. Dan diumur 15 tahun sudah menjadi mufti Thorh At Tatsrib, 1 95-96 Namun, suatu hari Imam Syafiโi pernah mengadukan kepada gurunya atas sulitnya mengulang hafalannya. Si guru menegurnya, โEngkau pasti pernah melakukan suatu dosa. Cobalah engkau merenungkan kembali!โ Imam Syafiโi pun merenung, ia merenungkan keadaan dirinya, โApa yah dosa yang kira-kira telah kuperbuat?โ Beliau pun teringat bahwa pernah suatu saat beliau melihat seorang wanita tanpa sengaja yang sedang menaiki kendaraannya, lantas tersingkap pahanya -ada pula yang mengatakan yang terlihat adalah mata kakinya- Lantas setelah itu beliau memalingkan wajahnya. Terlena Dalam Lubang Kemaksiatan Saudaraku, hafalan beliau bisa terganggu karena ketidak-sengajaan. Itu pun sudah mempengaruhi hafalan beliau. Bagaimana dengan kita yang keseharian tidak bisa lepas dengan barbagai aurat wanita. Seperti rambut, betis, leher, bahkan bagian lutut keatas. Di zaman Imam Syafiโi aurat tersebut tersingkap secara tidak sengaja. Namun, hari ini aurat diumbar dan diperlihatkan di mana-mana. Bahkan lebih parahnya, banyak model yang dengan bangga menontonkan aurat mereka. Sungguh, kita memang benar-benar telah terlena dengan maksiat. Lantas maksiat tersebut menutupi hati kita sehingga kita pun sulit melakukan ketaatan, malas untuk beribadah, juga sulit dalam hafalan Al Qurโan dan hafalan ilmu lainnya. Maka benarlah firman Allah Taโala yang berbunyi, ูููููุง ุจููู ุฑูุงูู ุนูููู ูููููุจูููู
ู ู
ูุง ููุงูููุง ููููุณูุจูููู โSekali-kali tidak demikian, sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.โ QS. Al Muthoffifin 14. Al Hasan Al Bashri rahimahullah berkata, โYang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah dosa di atas tumpukan dosa sehingga bisa membuat hati itu gelap dan lama kelamaan pun mati.โ Tafsir Al Qurโan Al Azhim, Ibnu Katsir, 14 268. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, โJika hati sudah semakin gelap, maka amat sulit untuk mengenal petunjuk kebenaran.โ Ad Daaโ wad Dawaaโ,107. Al Fudhail bin Iyadh berkata, ุจูุฏุฑ ู
ุง ูุตุบุฑ ุงูุฐูุจ ุนูุฏู ูุนุธู
ุนูุฏ ุงููู ูุจูุฏุฑ ู
ุง ูุนุธู
ุนูุฏู ูุตุบุฑ ุนูุฏ ุงููู โJika engkau menganggap dosa itu kecil, maka itu sudah dianggap besar di sisi Allah. Sebaliknya, jika engkau mengganggap dosa itu begitu besar, maka itu akan menjadi ringan di sisi Allah.โ Imam Ahmad berkata bahwa beliau pernah mendengar Bilal bin Saโid menuturkan, ูุง ุชูุธุฑ ุฅูู ุตุบุฑ ุงูุฎุทูุฆุฉ ูููู ุงูุธุฑ ุฅูู ุนุธู
ู
ู ุนุตูุช โJanganlah engkau melihat pada kecilnya dosa. Akan tetapi lihatlah pada agungnya siapa yang engkau maksiati yaitu Allah Taโala.โ Muhammad bin Ibrahim al-Bikri, Dalil Al-Falihin litarqi Riyadhus Shalihin, cet IV, jilid 1, hal 239 Ya Allah, berilah taufik pada kami sehingga mudah melakukan ketaatan dan menjauhi maksiat serta berilah hidayah pada kami untuk giat bertaubat. Semoga Kau bimbing kami tetap dijalan-Mu, serta mendapatkan ilmu yang bermanfaat di dunia maupun di akhirat, amin. Wallahu Taโala Alam [] Ibnu Alatas
hadits tentang maksiat kepada allah dapat menghalangi ilmu